Talkshow Ruang Publik KBR : Akses Kesehatan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas dan Kusta


Berbicara mengenai penyakit kusta, seringkali membuat bergidik. Langsung terbayang dipikiran saya sebuah penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan, kemudian menggerogoti jari-jari tangan kaki, dan para pengidapnya biasanya dikucilkan dari masyarakat.


Apakah kalian  mempunyai pikiran yang sama dengan saya ? Bisa jadi iya kan..? ( iya in aja ) karena selama ini kusta memang lekat  dengan stigma negatif yang membuat penderita kusta  cenderung dikucilkan dari masyarakat. Padahal sama seperti warga lainnya, mereka juga dijamin pemenuhan haknya oleh undang-undang, terlebih hak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan inklusif dan hidup mandiri serta produktif secara sosial ekonomi. 


Menurut data Bappenas 2018, sekitar 8.26 % penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Termasuk diantaranya penyandang disabilitas karena kusta. Di berbagai daerah, pasien kusta,  penyandang disabilitas karena kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta ( OYPMK ) masih menghadapi kesulitan karena belum memiliki akses kesehatan inklusif.  Topik ini diangkat sebagai tema talkshow pada program Ruang Publik Kantor Berita Radio ( KBR ) yang bekerja sama dengan NLR Indonesia, sebuah organisasi non pemerintahan yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk karena kusta, pada hari Kamis, 22 Juli 2021 lalu. 


akses kesehatan inklusif bagi penyandang kusta

Talkshow ini disiarkan di 100 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia dan 104.2 MSTri FM Jakarta, ditayangkan secara live streaming melalui website kbr.id dan YouTube Channel KBR. Pada kesempatan ini, KBR mengundang Bp. Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Jawa Barat dan Bp Ardiansyah , seorang aktivis kusta yang juga ketua PerMaTa ( Perhimpunan Mandiri Kusta ) di kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Banyak informasi yang baru saya ketahui tentang kusta dari talkshow ini. Dari Pak Suwata, saya memperoleh gambaran populasi orang dengan kusta termasuk disabilitas karena kusta di wilayah Subang Jawa Barat. Kemudian bagaimana mas Ardiansyah, seorang OYPMK,  menceritakan kisahnya ketika mengalami kusta yang akhirnya membawa dirinya sebagai seorang aktivis yang aktif memperjuangkan hak-hak pasien kusta, penyandang disabilitas kusta atau OYPMK. Sangat menarik, durasi 1 jam talkshow yang dipandu oleh mbak Ines Nirmala ini jadi terasa sangat cepat

menyaksikan siaran langsung talkshow KBR RI tanggal 22 Juli 2021

Gambaran Populasi Kusta di Subang Jawa Barat

Kusta, menurut Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jawa Barat, merupakan penyakit menular yang menumbulkan peemasalahan yang kompleks. Selain permasalahan stigma, penyakit ini juga dapat menimbulkan disabilitas ganda dimana orang dengan kusta bisa mengalami disabilitas sensorik atau motorik. Hal ini tentu akan berdampak pada aspek sosial dan ekonomi bagi para pasien kusta, OYPMK atau penyandang disabilitas karena kusta.


Data pada 3 tahun terakhir, angka prevalensi kasus kusta mengalami peningkatan, dari 5% di tahun 2018, 7.9% di tahun 2019 kemudian menjadi 11% di tahun 2020, dari seluruh kasus disabilitas yang ditemukan. Secara umum hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu :

  • kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kusta
  • kepercayaan yang keliru mengenai kusta
  • kurangnya kesiapan petugas dalam kegiatan deteksi dini penyakit kusta

Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Subang Jawa Barat

Diakui oleh pak Wata, bahwa kondisi pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta dan orang yang pernah mengalami kusta ( OYPMK ) secara umum masih memprihatinkan. Mereka termasuk dalam kelompok yang termarjinalkan. Khususnya dalam akses lapangan pekerjaan, pendidikan, layanan kesehatan dan lain sebagainya. Kondisi ini tentu berpengaruh bagi kehidupan mereka. Upaya yang dilakukan oleh Kabupaten Subang untuk meningkatkan akses inklusif  bagi penyandang kusta, yakni :

  1. Melakukan advokasi kepada pemerintah daerah, terkait implementasi UU No. 28 Tahun 2016 tentang pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas. 
  2. Mengintegrasikan peran stakeholder dan meningkatkan peran masyarakat
  3. Mengintegrasikan layanan bagi pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta dan OYPMK, di forum SKPD ( satuan kerja perangkat daerah ), dan komunitas peduli disabilitas dan OYPMK. 

Saat ini, ada 4 prioritas kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Subang terkait permasalahan kusta ini,
  1. Leprosy Controll, yaitu program untuk mengendalikan dan mencegah penularan kusta dengan mekakukan pengobatan, advokasi serta edukasi bagi masyarakat agar tidak lagi menstigma kusta.
  2. Pencegahan kecacatan pada penderita kusta, karena kusta bisa menimbulkan kecatatan ketika tidak dilakukan pengobatan secara dini atau bahkan tidak dilakukan perawatan 
  3. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta ( OYPMK ) dan disabilitas karena kusta, dengan berbagai kegiatan untuk peningkatan life skill bagi disabilitas kusta dan OYPMK.
  4. Pengurangan stigma dan diskrimasi, dengan melakukan komunikasi perubahan perilaku bagi tokoh masyarakat.

PerMaTa Bulukumba, Kegiatan dan Peran Serta dan Advokasi Bagi Pasien Kusta, Disabilitas Kusta dan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta ( OYPMK )


PerMaTa ( Perhimpunan Mandiri Kusta ) Bulukumba, merupakan salah satu dari 12 cabang PerMaTa yang ada di propinsi Sulawesi Selatan. Organisasi ini merupakan satu wadah bagi orang yang sedang atau pernah mengalami kusta, dan disabilitas karena kusta. PerMaTa melakukan advokasi bagi pasien kusta atau OYPMK jika mengalami penolakan, juga menggiatkan gerakan edukasi dan pendampingan untuk peningkatan kapasitas bagi OYPMK atau disabilitas karena kusta agar kembali percaya diri dan bersosialisasi dalam masyarakat.


Kondisi pasien kusta, disabilitas kusta dan OYPMK di wilayah Bulukumba secara umum tidak jauh berbeda dengan kondisi di Subang. Terkait dengan stigma dan akses inklusif, banyak yang belum dapat mengakses pelayanan di rumah sakit umum. Pasien kusta masih kesulitan jika mengalami reaksi akibat kusta, yang seharusnya dirujuk ke rumah sakit khusus kusta, tetapi masih banyak kendala dan hanya ditangani di puskesmas.


Bp. Ardiansyah, Aktivis Kusta, Ketua PerMaTa Bulukumba


Pak Ardiansyah menegaskan, bahwa disabilitas kusta atau OYPMK merupakan bagian dari disabilitas, merujuk pada UU No 28 Th 2016, dimana seharusnya disabilitas kusta dan OYPMK juga mendapatkan kesetaraan hak khususnya akses kesehatan inklusif.


Saat ini PerMaTa Bulukumba melakukan advokasi ke RS Tajuddin Halim Makasar yang sebelumnya adalah rumah sakit khusus kusta namun beralih fungsi menjadi rumah sakit umum pusat daerah ( RSUPD ). Hal ini dikeluhkan oleh pasien kusta yang kesulitan mengakses pelayanan RS karena harus melewati jalur-jalur rujukan dan sebagainya. Belum lagi permasalahan dengan fasilitas BPJS, dimana masa rawat inap pasien kusta ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak bisa disamakan dengan pasien umum, jika mengikuti aturan BPJS pasien hanya dirawat beberapa hari dan harus segera keluar dari rumah sakit. 


Pak Ardiansyah juga menceritakan pengalamannya melakukan penjangkauan ke pelosok-pelosok untuk memberikan dukungan pada pasien kusta dan OYPMK di masa pandemi. Mereka menemukan pasien yang tidak berani ke puskesmas untuk mengambil obat karena takut tertular virus corona. PerMaTa Bulukumba memfasilitasi dengan memberikan layanan bantuan mengunjungi puskesmas dan mengantarkan obat pada pasien kusta. Kondisi pandemi saat ini berpengaruh pada pasien kusta sehingga ada yang terputus pengobatannya. Beliau berharap, petugas kusta di Puskesmas bisa memberikan layanan yang lebih baik.


Yang sangat menarik, ketika pak Ardi menceritakan kisahnya sebagai OYPMK, ketika tahun 2010 beliau mengalami reaksi yng cukup parah seingga menimbulkan goncangan, dijauhi teman, disembunyikan oleh keluarga. PerMaTa banyak membantunya dalam menerima diri sendiri dan meningkatkan kapasitas sehingga saat ini bisa menjadi salah satu role model bagi pasien kusta, disabilitas karena kusta dan OYPMK di wilayah Bulukumba. 


Pesan dari Pak Wata di akhir sesi, kusta adalah tentang stigma dan diskriminasi, perlu upaya untuk mendobrak benteng besar stigma dan diskriminasi dalam membantu disabilitas kusta dan OYPMK dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Jadi stop stigma , junjung kesetaraan bagi disabilitas kusta dan OYPMK untuk menuju Indonesia bebas kusta !


Wah, cukup panjang ternyata ternyata cerita saya, mudah-mudahan teman - teman tidak  bosan membacanya. Tapi  beneran deh, meskipun materinya banyak dan panjang, talkshow ini menarik untuk disimak. Bagi yang kemarin tidak sempat mengikuti live streamingnya, bisa nonton rekaman ulangnya di You Tube Channel KBR 


Terima kasih sudah membaca, semoga memberikan pengetahuan baru untuk kita semua.


Catatan kaki :

Inklusif adalah memposisikan dirinya ke dalam posisi yang sama dengan orang lain atau kelompok lain sehingga membuat orang tersebut berusaha untuk memahami perspektif orang lain atau kelompok lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Dengan kata lain, jika kata eksklusif datang untuk membuat sebuah kesenjangan sosial, maka kata inklusif datang untuk menyamaratakan semua orang dan mau berusaha untuk mengerti semua sudut pandang yang dimiliki oleh orang lain.( sumber :  studiilmu.com)



Posting Komentar

30 Komentar

  1. Saya pikir untuk penderita kusta yang sudah sembuh namun dampaknya tidak sampai mengganggu kemampuan gerak, mobilitas, dan aktifitas normal sehari-hari mereka, itu belum masuk kategori disabilitas karena mereka lebih menderita disebabkan oleh stigma negatif dalam masyarakat.

    Tapi jika dampaknya sudah menggangu kemampuan gerak dan mobilitas untuk beraktifitas normal sehari-hari, misalnya hilang jari tangan atau kaki, itu termasuk kategori penyandang disabilitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya betul, seperti pak Ardansyah, beliau tidak termasuk disabilitas, tetapi kategori OYPMK atau orang yang pernah mengalami kusta.

      Hapus
  2. KBR ini selalu mengangkat tema yang bagus dan realistis banyak terjadi di masyarakat apalagi soal kusta ini aku jadi lebih tau, semoga mereka yang sedang sakit diberi kesabaran ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin.. juga semoga akses inklusif kesehatan ini bukan hanya wacana bagi mereka. bener mba sandra, tema yg diangkat KBR bagus2.. aku intip2 di chanel youtube nya banyak tema lain yang bagus juga untuk dketahui.

      Hapus
  3. Aku punya tetangga yg pernah sakit kusta ini mbak. Tp alhmdulillah sembuh seperti pak Ardansyah.. Sekarang sudah beraktivitas seperti biasa, tetangga sekitar pun menerima dan rukun2 aja. Malah tetangga desa yg suka ghibahin, katanya penyakit kusta tuh kutukan. Padahal kan enggak. Suka gemes sama orang2 yg masih percaya mitos.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bersyukur lingkungan tetangganya sudah melek informasi ya mbak.

      Hapus
  4. Talkshow seperti ini penting diadakan sesering mungkin, supaya pemahaman masyarakat awam sedikit terbuka.
    Kadang pun si penderita kusta dikucilkan,padahal mereka pun punya hak yang sama seperti kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betul, btw talkshow nya KBR topiknya bagus-bagus mba, itu disiarkan 100 jaringan radio se Indonesia, dan live d channel youtube nya

      Hapus
  5. semoga dengan adanya talkshow seperti ini semakin banyak orang yang teredukasi tentang kusta ini dan tidak menjauhi mereka lagi yang menjadi OYPMK.
    mereka juga punya kesempatan yang sama untuk mencari kehidupan.

    BalasHapus
  6. Semoga setelah adanya acara ini, masyarakat lebih memiliki empati kepada OYPMK ini. Dan lebih banyak lapangan kerja yang dapat menerima mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin, semoga informasi ini tersebar ke banyak kalangan

      Hapus
  7. Kondisi pandemi sangat berpengaruh juga pada para penderita kusta ya Mbak? perlunya perhatian semua pihak agar fasilitas berobat mereka semakin mudah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mba, dan saya rasa bukan hanya pasien kusta, para pasien sakit berata yg rutin berobat ke RS juga terdampak imbas COVID 19. pernah baca curhatan salah satu survivor cancer di twitter tentang sulitnya berobat / mendapatkan obat di masa pandemi. So sad :'(

      Hapus
  8. Memang sudah seharusnya masyarakat bahu membahu ya mbak untuk sosialisasikan bahwa kusta itu bukan ancaman dan bahkan bisa sembuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. perlu upaya keras untuk mendobrak stigma ya mbak

      Hapus
  9. Stigma di masyarakat memang masih banyak yanh melakukan diskriminasi terhadap penyandang kusta. Harus ada sosialisasi yang berkelanjutan bahwa disabilitas kusta juga berhak mendapatkan pekerjaan. Apalagi kalau sudah sembuh kan tidak menularkan lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, makanya salut banget dengan komunitas seperti PerMaTa yang melakukan advokasi untuk hak-hak OYPMK

      Hapus
  10. Semoga dengan makin banyak edukasi pada masyarakat tentang penanganan kusta makin bisa dikendalikan. Sehat Indonesiaku

    BalasHapus
  11. Oh, ternyata di Subang ada juga ya Penderita Kusta. Saya pikir hanya di Indonesia Timur aja. Memang harus ada edukasi biar engga muncul lagi stigma negatif buat OYPMK. Moga ke depannya Indonesia bebas dari kusta

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah.. iya mba, saya pikir malah Indonesia sudah bebas kusta, sudah jarang ada pemberitaan di media tentang ini kan.. jadi melek informasi karena talkshow nya KBR

      Hapus
  12. Stigma negatif untuk penderita kusta memang masih ada di sekitar kita. Padahal selayaknya mereka mendapatkan perlakuan yang baik, begitupun untuk OYPMK. Semangat terus PerMaTa, salut sama usaha yang dilakukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yes, saya juga..semoga makin banyak PerMaTa-PerMaTa cabang di kota lain untuk penggerak edukasi masyaralat ttg kusta.. terima kasih sudah mampir mb Asih

      Hapus
  13. Bicara kusta jadi ingat Putri Diana. Beliau juga sangat peduli terhadap penyandang kusta yang tidak boleh dijauhi. Justru harus dirangkul agar memiliki semangat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. masyaa Allah.. sedikit tahu tentang jiwa sosial putri Diana, tapi baru tahu tentang dukungan beliau untuk penderita kusta.. salut, beliau memang putri yg dekat dengan rakyat ya mba Denik

      Hapus
  14. Butuh informas dan iedukasi untuk masyarakat kita ya mba. Supaya orang yang pernah terkena kusta bisa mendapat tempat. Trutama info ttg penyakit kusta yg bs sembuh dan tdk menular.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener mba .. itulah yg dilakukan PerMaTa untuk menggiatkan edukasi ttg kusta. Rasanya setiap daerah harus ada organisasi seperti PerMaTa ini ya

      Hapus
  15. Alhamdulillah sekarang sudah banyak edukasi tentang penyakit ini walau stigma negatif itu tetap masih ada ya mba. Kasihan juga kalau orangnya udah sembuh tapi tetap lekat dengan stigma buruk itu. Semoga sekarang nggak ada lagi yang menjauhi para penyintas kusta.

    BalasHapus
  16. semoga tidak ada lagi stigma untuk eks penderita kusta dengan adanya edukasi dari PerMaTa ya kak

    BalasHapus

Haloo, terima kasih sudah membaca ! Jika kalian mempunyai pertanyaan terkait artikel ini, silakan drop pertanyaan di kolom komentar, bukan melalui media sosial. Jangan gunakan profil 'unknown' ya .. ( maaf banget niih, komentar 'unknown' dan meninggalkan link hidup tidak saya tampilkan )